Masa Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Sejak abad ke-7 wilayah Indonesia memiliki peran sebagai salah satu pusat & lalu lintas perdagangan Internasional. Di Indonesia (Nusantara) muncul beberapa pusat perdagangan penting di Asia. Wilayah Nusantara adalah wilayah yang kaya akan komonditas rempah-rempah & mampu tampil sebagai pemasok komoditas yang dibutuhkan bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Eropa. Jadi hal itu menjadi salah satu faktor pendorong kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia. Namun, kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara itu lama-lama memiliki keinginan untuk menguasai wilayah Nusantara, sehingga terjadilah Kolonialisme & Imperialisme. Pada kesempatan yang baik ini, akan membahas Masa Kolonialisme & Imperialisme di Indonesia. Untuk pembahasannya akan menekankan pada sejarah terbentuknya praktek kolonialisme & imperialisme di Indonesia (Nusantara).
A. Awal kedatangan Kolonal Eropa di Nusantara
Awal mulanya bangsa Eropa mengenal Asia adalah sejak mereka datang ke Timur Tengah pada abad ke-12 hingga ke-13. Ada pula yang mulai masuk ke Asia Tenggara adalah pada abad ke-15. Proses kolonialisme & imperialisme yang terjadi di Asia, khususnya di Nusantara dipelopori oleh Portugis & Spanyol. Jatuhnya Constantinopel ke tangan Turki menyebabkan bangsa Eropa seperti Spanyol & Portugis tidak bisa memenuhi kebutuhan rempah-rempah.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, bangsa Portugis & Spanyol melakukan pelayaran ke dunia Timur untuk mencari daerah asal rempah-rempah & mengambil langsung untuk selanjutnya dijual di Eropa. Negara-negara itu mengirimkan para penjelajahnya untuk mengarungi samudera & mencari jalan menuju Dunia Timur yang terkenal itu. Kemudian dalam penjelajahan itu Portugis mengirimkan;
- Bartholomeu Dias (1487-1488) yang berhasil ke ujung selatan Afrika yang disebut Tanjung Pengharapan
- Vasco da Gama (1497-1498) yang bertolak dari Lisabon menuju Kepulauan Tanjung Varde & akhirnya sampai di Tanjung Pengharapan tahun 1497 & tahun 1948 mendarat di Kalikut, pantai Malabar India.
- Alfonso d’Albuquerque (1510-1515) yang telah berhasil menaklukan Goa di pantai barat India pada 1510 & Malaka pada 1511. Dari Malaka kemudian dirinya melanjutkan penguasaan atas Nyanmar/Burma. Dari Burma inilah kemudian ia menjalin hubungan dagang dengan Maluku.
- Spanyol sesuai dengan Perjanjian Tordesillas melakukan penjelajahan samudera ke Dunia Timur;
- Ferdinand Magelhaens 1480-1521 yang dibantu oleh Kapten Juan Sebastian del Cano & Pigafetta mulai berlayar ke arah Barat daya dengan mengikuti rute Chriscoper Columbus. Magelhaens sampai di Kepulauan Filipina pada 1521 setelah melintasi Samudera Atlantik terus ke ujung selatan Amerika. Magelhaens meninggal di Filipina karena dibunuh oleh Suku Mactan.
- Juan Sebastian del Cano melanjutkan perjalanan dari Filipina ke Nusantara. Tahun 1522 ia beserta rombongannya sampai di Maluku & menimbulkan pertentangan dengan Portugis yang dianggap telah melanggar Perjanjian Tordesillas. Pertentangan yang terjadi diantara mereka berakhir setelah dibuatnya Perjanjian Saragosa 1534 yang memutuskan kesepakatan batas daerah kekuasaan. Kemudian Portugis tetap di Maluku, & Spanyol di Filipina.
B. Masa Kolonial Eropa di Indonesia
1. Kedatangan Bangsa Portugis ke Nusantara
Pada mulanya kedatangannya di Nusantara, bangsa Portugis diterima dengan baik oleh rakyat Ternate, karena Ternate mengira bahwa bangsa Portugis akan memberikan keuntungan dengan memajukan perdagangan di Maluku & membeli rempah-rempah mereka dengan harga tinggi. Sedangkan, penguasa Ternate memanfaatkan kedatangan Portugis guna membantu menghadapi persekutuan Tidore dengan Spanyol. Portugis mengetahui bahwa Kepulauan Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah, maka sebab itu, Portugis pun berusaha menanamkan kekuasaannya dengan cara menjadi sekutu Ternate. Dengan cara itu, kemudian Portugis mendapat kesempatan mendirikan benteng & hak monopoli perdagangan, khususnya cengkih & Portugis berhasil mendirikan Benteng Saint John pada tahun 1522.
Portugis membuat perjanjian untuk mendapatkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Di saat Malaka dikuasai Portugis pada 1511, para pedagang muslim kemudian memindahkan kegiatan dagangnya ke Aceh sehingga Aceh menjadi Bandar perdagangan yang ramai. Dan tenyata hal itu membuat rugi kepentingan dagang Portugis di Malaka. Kemudian Portugis berupaya menyerang & menguasai Aceh, namun upayanya gagal.
2. VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)
a. Berdirinya VOC
Sejak pelayaran Cornelis di Houtman ke Nusantara, nampaknya berpengaruh pada bermunculannya armada-armada dagang Belanda yang melakukan pelayaran ke Nusantara secara sendiri-sendiri. Hal tersebut berdampak pada persaingan antara sesama perusahaan-perusahaan Belanda tidak bisa dihindari. Kemudian langkah yang diambil guna menghindari persaingan sesama pedagang Belanda & memperkuat kedudukannya dalam persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya di Nusantara, pada tanggal 20 Maret 1602 dibentuk kongsi dagang yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie/VOC/Persekutuan Dagang Hindia Timur & perlu diketahui usulan dibentuknya VOC diusulkan oleh Johan van Oldenbornneveld.
b. Perkembangan VOC
Tahun 1605, VOC berhasil merebut kekuasaan Portugis di Maluku sehingga Portugis menuju Timor Timur. Kota Ambon menjadi pusat kegiatan VOC & untuk memperkuat kedudukannya, pada 1609 VOC mengangkat gubernur jenderal yang pertama, Pieter Both. Dengan upayanya ia berhasil mendapatkan hak monopoli perdagangan di Maluku dengan cara membuat perjanjian dengan penguasa setempat. Sejalan berjalannya waktu kedudukan VOC semakin kuat, sehingga berusaha mengalihkan pusat kekuasaan ke daerah yang lebih strategis, yakni Jayakarta. Di masa Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen, VOC melakukan serangan terhadap Jayakarta. Usaha yang dilakukannya itu berhasil. Kemudian nama Jayakarta diubah menjadi Batavia & tahun 1619 kantor pusat VOC dipindahkan dari Ambon ke Batavia.
c. Berakhir Kekuasaan VOC
Akhir abad ke-18 VOC mendapat masalah, antara lain pejabat & pegawai VOC banyak yang melakukan korupsi, sebab masih lemahnya pengawasan, serta banyak dana yang dikeluarkan untuk meredam perlawanan rakya & semakin ketatnya persaingan dengan persekutuan dagang bangsa lain. Hal tersebut jelas menyebabkan VOC bangkrut, sehingga tanggal 31 Desember 1799 dibubarkan.
3. Kebijakan Pemerintah Kolonial
a. Herman Willem Daendels
Setelah VOC dibubarkan, pemerintah negeri Belanda menugaskan Herman Willem Daendels 1808-1811. Kemudian upaya yang dilakukan Daendels selama memegang kekuasaan;
- Mendirikan parbrik senjata di Semarang & Surabaya
- Membentuk angkatan perang guna menghadapi serangan Inggris
- Membuat jalan raya dari Anyer/Jawa Barat hingga Panarukan/Jawa Timur.
b. Janssens
Tindakan yang dilakukan Daendels, yakni menjual tanah negara, membuatnya dihentikan dari tugasnya karena telah melanggar peraturan. Kemudian pada masa pemerintahan Janssens, Inggris menyerang Jawa. Hal itu membuat Janssens terpaksa harus menandatangani Kapitulasi Tuntang yang isinya;
- Menyerahkan Pulau Jawa kepada Inggris
- Utang belanda tidak diakui Inggris
- Kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara diserahkan kepada Inggris.
c. Raffles (Inggris)
Di masa penjajahan Inggris, kekuasaan di Indonesia diperintah oleh Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles & memerintah di Indonesia pada 1811-1816. Raffles menghasilkan beberapa karya penting bagi Indonesia, yakni telah menulis buku yang berjudul History of Java (Sejarah Jawa), merintis pembangunan Kebun Raya Bogor, & menemukan bunga Rafflesia Arnoldi.
4. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda
a. Sistem Tanam Paksa 1830-1870
1) Latar belakang Sistem Tanam Paksa
Di tahun 1830 pemerintahan Hindia Belanda & kerajaan Belanda mengalami kesulitan keuangan, sebab banyak dipergunakan untuk membiayai perang dalam menghadapi pemberontakan. Kemudian untuk mengatasi masalah itu, maka dilaksanakan Sistem Tanam Paksa / Cultuurstelsel (1830-1870). Sistem tersebut diusulkan oleh Johanes van den Bosch yang kemudian diangkat sebagai gubernur jenderal di Hindia-Belanda.
2) Aturan Tanam Paksa
- Mewajibkan para petani untuk menyerahkan seperlima tanahnya guna ditanami tanaman ekspor
- Tanah itu bebas pajak, sebab hasilnya sebagai pengganti pajak
- Waktu tanam tidak boleh lebih lama dari waktu tanam padi
- Jika hasil panennya melebihi ketentuan maka akan dikembalikan kepada petani
- Jika hasil panen gagal panen/rusak menjadi tanggungan pemerintah
3) Praktek Tanam Paksa
Dalam pelaksanaannya sangat menguntungkan Belanda. Keuntungan tersebut dapat menutup kesulitan keuangan di negeri Belanda. Tetapi dampak terhadap rakyat Indonesia, tanam paksa mengakibatkan kemiskinan. Rakyat hidup menderita bahkan kelaparan terjadi di berbagai daerah seperti Demak, Grobongan, Cirebon & lain sebagainya, sehingga banyak rakyat yang meninggal akibat kelaparan.
4) Reaksi Tanam Paksa
Dalam pelaksanaan tanam paksa mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, antara lain;
a) Golongan Intelektual
Douwes Dekker (Multatuli) menulis buku berjudul Max Havelaar. Selain itu juga ada tulisan lain Frans van der Putte yang berjudul Suiker Contracten (Kontrak Gula).
b) Golongan Agama & Liberal
Golongan agama sangat menentang tanam paksa, sebab tindakan itu tidak berperikemanusiaan. Tokohnya adalah pendeta yang menjadi anggota parlemen, yakni Baron van Hoevell. Sedangkan golongan liberal menentang, karena mereka ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
b. Politik Pintu Terbuka 1870-1900
Sistem tanam paksa dihapuskan pada 1870 & selanjutnya diganti dengan Politik Pintu Terbuka/Politik Liberal (Open door policy). Di masa itu dikeluarkan Agrarische Wet (Undang-Undang Agraria) yang membuka kesempatan bagi pihak swasta guna menyewa tanah dalam jangka waktu 50 hingga 75 tahun & Suiker Wet (Undang-Undang Gula) yang mengharuskan pengolahan tebu di dalam negeri.
c. Politik Etis
Awal abad ke-20, pemerintah memberlakukan Politik Etis, yang bertujuan memajukan kesejahteraan rakyat Hindia-Belanda melalui perbaikan irigasi, pelaksanaan transmigrasi, & penyelengaraan edukasi.
C. Reaksi Rakyat Indonesia terhadap Kolonialisme Bangsa Eropa
Kedatangan bangsa-bangsa barat ke Indonesia bertujuan untuk melakukan monopoli perdagangan serta ingin melaksanakan imperialisme & kolonialisme di daerah jajahannya. Hal itu telah menyulut terjadinya perlawanan di berbagai daerah untuk membebaskan diri dari penjajah.
1. Reaksi Ternate terhadap Portugis
Bangsa Portugsis memiliki tujuan yakni ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah kepada rakyat Ternate. Hal itu memicu kemarahan rakyat Ternate & kemudian bangkit dengan melakukan perlawanan melawan Portugis. Perlawanan yang dilakukan berkobar tahun 1533 di bawah pimpinan Dajalo & berhasil menghancurkan benteng Portugis. Tetapi, karena Portugis mendatangkan pasukan bantuan dari Malaka yang dipimpin oleh Antonio Galvao, akhirnya perlawanan rakyat Ternate dapat dipadamkan & Portugis pun tetap berkuasa di Ternate. Kemudian pada 1565 Sultan Ternate, Sultan Hairun, memimpin rakyatnya untuk melawan Portugis & karena terdesak, pada 1570 Portugis mengajak Sultan Hairun berunding. Tetapi, Portugis justru menangkap Sultan Hairun & kemudian dibunuh. Pembunuhan itu semakin mengobarkan perlawanan rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabulah, Putera Sultan Hairun. Di samping itu juga perlawanan Ternate mendapat dukungan dari Tidore & rakyat Maluku lainnya. Pada akhirnya, Portugis dapat dikalahkan pada tanggal 28 Desember 1577.
2. Reaksi Aceh Terhadap Portugis
Semenjak Portugis menduduki Malaka pada 1511, para pedagang-pedagang dari Asia banyak yang memindahkan kegiatan dagannya ke Aceh. Hal itu nyatanya sangat merugikan kepentingan perdagangan Portugis di Malaka. Kemudian Portugis mengambil tindakan yakni dengan berusaha menyerang & menghancurkan kedudukan Aceh. Di samping itu juga berlaku sebaliknya, Aceh pun menganggap bahwa kedudukan Portugis di Malaka juga membahayakan kepentingan Aceh. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh menyerang kedudukan Portugis di Malaka, yakni tahun 1615 & 1629. Tetapi, serangan tersebut tidak mampu mengalahkan Portugis. Akhirnya yang mampu meruntuhkan kekuasaan Portugis di Malaka adalah VOC pada 1641.
3. Reaksi Mataram terhadap VOC
Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo di Mataram, beliau mempunyai musuh yakni VOC. Sebab VOC menjadi penghalang baginya untuk mengembangkan kekuasaannya di seluruh Jawa. kemudian untuk menyingkirkan VOC dari pulau Jawa, beliau melancarkan serangan ke Batavia. Alasannya adalah VOC tidak mengakui kedaulatan kerajaan Mataram & berusaha memonopoli perdagangan di Jawa. serangan Mataram yang dilancarkan terjadi 2 kali tahun 1628 & 1629. Serangan pertama dipimpin Tumenggung Bahurekso, Suro Agul-Agul, Dipati Uposonto, Dipati Mandurejo, & Dipati Ukur. Namun serangan itu gagal, karena banyak persediaan makanan pasukan mataram dibakar Belanda, jarak dari Mataram ke VOC yang jaug & kalah persenjataan perang. Pada serangan kedua dipimpin Pangeran Puger & Pangeran Purboyo berhasil mengepung Batavia berhari-hari & dalam serangan ini Gubernur Jenderal Belanda J. P. Coen meninggal karena terkena penyakit Kolera.
Sepeninggalan Sultan Agung, penggantinya yakni Amangkurat I yang justru bersedia bekerjasama dengan Belanda. Hal itu menimbulkan kemarahan rakyat khususnya daerah Pantura & memicu mereka bangkit melawan Belanda yang dipimpin Trunojoyo yang di bantu pasukan Makasar dipimpin ibukota kerajaan Mataram.
Kemudian pengganti Amangkurat I adalah Amangkurat II. Ibu kota Mataram dipindahkan ke Surakarta & beliau berhasil menyingkirkan Trunojoyo berkat bantuan Belanda. Namun Amangkurat II sadar, bahwa kerjasama dengan Belanda lebih banyak ruginya, sehingga disaat Untung Suropati melawan Belanda, beliau ikut mendukung & akhirnya Kapten Jack berhasil dibunuh. Kemudian Belanda berusaha memecah belah kerajaan Mataram & terjadilah perang yang dipimpin P. Mangkubumi & Raden Mas Said yang diselesaikan dengan perjanjian Giyanti & perjanjian Salatiga.
Isi Perjanjian Giyanti;
- Kerajaan Mataram dibagi 2 yakni Kasunanan Surakarta & Kasultanan Yogyakarta
- P. Mangkubumi menjadi raja di Kasultanan Yogyakarta & bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Isi Perjanjian Salatiga;
- Kasunanan Surakarta menjadi 2, yakni Kasunanan Surakarta & Mangkunegaran
- Raden Mas Said menjadi raja Mangkunegaran bergelar Sri Mangkunegoro I.
4. Reaksi Makassar terhadap VOC
Makassar merupakan kerajaan dagang yang strategis, dikarenakan letaknya di antara pelayaran dari Malaka ke Maluku sehingga kerajaan dari Makassar menjadi pelabuhan transito perdagangan rempah-rempah antara Malaka & Jawa dengan Maluku. Makassar semakin berkembang pesat di masa pemerintahan Sultan Hasanuddin 1654-1669. Perkembangan pesat Makassar menjadi daya tarik bagi VOC untuk menanamkan kekuasaannya di Makassar. Kemudian VOC mengajak Makassar untuk menjalin kerja sama dalam bidang perdagangan. Makassar menerimanya dengan syarat VOC hanya melakukan kegiatan perdagangan. Tetapi, VOC justru kemudian berusaha melakukan monopoli di Makassar. Hal itu jelas ditentang keras oleh Sultan Hasanuddin. Selanjutnya VOC berusaha mengadu domba Makassar dengan Bone, yang dipimpin oleh Aru Palaka, sehingga pada 22 Desember 1666, VOC & Bone melakukan serangan ke Makassar. Dalam situasi di mana harus menghadapi 2 lawan, kekuatan Makassar menjadi lemah, sehingga Sultan Hasanuddin mengadakan perjanjian damai di Bongaya pada 1667. Isi Perjanjian Bongaya, yakni Makassar mengakui kekuasaan VOC, perdagangan di Makassar menjadi monopoli VOC, Makassar harus menghancurkan benteng-bentengnya & membayar semua kerugian perang.
5. Reaksi Banten terhadap VOC
Reaksi Banten mulanya menerima dengan baik armada pertama Belanda yang datang ke Banten. Namun kemudian karena tindakan yang kasar & senang membuat keonaran Belanda diusir oleh penguasa Banten. Selanjutnya Belanda datang kembali ke Banten ketika masa VOC dengan tujuan menjalin hubungan dagang. Dalam perkembangannya Banten yang berselisih dengan Jayakarta berhasil dimanfaatkan oleh VOC, sehingga VOC berhasil menguasai Jayakarta. Setelah berkuasa di Jayakarta (Batavia), VOC kemudian berupaya menguasai Banten. Upaya tersebut mendapatkan perlawanan yang sengit dari Banten yang dipimpin Sultan Ageng Tirtayasa yang dikenal sangat anti VOC. Banten berupaya mengacaukan Batavia & melakukan perusakan terhadap perkebunan tebu milik VOC serta Banten berhasil merampas beberapa kapal VOC. Kemudian menanggapi hal itu, VOC mendekati & bekerjasama dengan Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa yang menjadi sultan muda Banten. Kerja sama tersebut menyebabkan terjadinya perang besar Banten melawan VOC sehingga keraton Banten hancur. Sultan Ageng Tirtayasa tetap melawan VOC dengan cara memimpin gerilya & pemberontakan terhadap VOC. Tetapi karena bantuan Sultan Haji, VOC akhirnya berhasil menangkap Sultan Ageng Tirtayasa & mengasingkannya ke Pulau Edam di Teluk Jakarta.
Pelawanan Banten terhadap VOC terus berkembang, antara lain dipimpin oleh Pangeran Purbaya, Kyai Tapa, & Ratu Bagus Buang. Dengan bantuan VOC Sultan Haji berhasil meredamnya. Atas bantuan tersebut, VOC kemudian mendapatkan hak monopoli perdagangan di Banten.
D. Peninggalan-Peninggalan Kolonial Barat di Indonesia
Terdapat berbagai peninggalan yang terpengaruh kolonialisme & imperialisme dalam kehidupan masyarakat Indonesia & dapat dilihat dari berbagai bidang kehidupan berikut ini.
1. Pendidikan
Pendidikan yang diterapkan, antara lain pembagian jenjang pendidikan, seperti pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Dalam pengaturan pelajaran mengunakan kurikulum, pengenalan berbagai macam-macam ilmu (ilmu bumi, ilmu alam, astronomi, filsafat & hukum).
2. Hukum
Tata hukum di Indonesia sebagian besar merupakan produk hukum yang dibuat Belanda, meskipun dalam beberapa hal terjadi perubahan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Sebagai contoh; Algeme Bepalingen van Wetgeving (Peraturan Umum Perundang-undangan), Bugerlijk Wet Boek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
3. Sistem Pemerintahan
Sistem Pemerintahan bercorak pada ajaran Trias Politica, yang membagi kekuasaan negara kepada legislatif/pembuat undang-undang, eksekutif/pelaksana undang-undang, & yudikatif/pengawas pelaksanaan undang-undang. Tata pemerintahan yang merupakan perwujudan ajaran Trias Politica Hindia Belanda, antara lain;
- Pembentukan Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat)
- Penyusunan struktur pemerintahan sentralisasi mulai dari gubernur (pemerintah pusat), presidentie (karisidenan), afdeling (kabupaten), district (kawedanan), & subdistrict (kecamatan).
- Pembagian provinsi beserta batas-batasnya
- Pemberian nama jabatan-jabatan penting dalam organisasi pemerintahan
- Mendirikan pengadilan tinggi & peradilan negeri
4. Agama
Agama yang dikenalkan pemerintah kolonial pada masyarakat Indonesia, yakni Kristen Katolik yang dibawa oleh misionaris Portugis & Kristen Protestan yang dibawa oleh Zeending Belanda.
- Misionaris, yakni organisasi yang bertugas menyebarkan agama Kristen Katholik
- Zeending, yakni organisasi yang bertugas menyebarkan agama Kristen Protestan
5. Adat Istiadat
Adat istiadat yang telah mempengaruhi pola perilaku masyarakat Indonesia adalah;
- Cara bergaul yang bebas & demokratis
- Model pakaian
- Berfikir secara rasional
- Pesta & acara yang glamour/gemerlap
- Individualistis & materialistis
- Pemberian gelar kebangsawanan
- Disiplin & semangat kerja yang tinggi.
Demikianlah ulasan mengenai Masa Kolonialisme & Imperialisme di Indonesia, yang pada kesempatan ini dapat dibahas di . Semoga bermanfaat untuk membantu belajar anda, menambah wawasan anda akan sejarah, & janganlah berhenti untuk belajar, tetap semangat, jangan menyerah serta semoga anda menjadi orang yang mampu mencapai kesuksesan dunia & akhirat. Kiranya cukup sekian ulasan yang dapat sampaikan, kurang/lebihnya mohon maaf & sampai jumpa!!!